Total Pageviews

Thursday 11 November 2010

Culture Shock di Negeri Asing? Jangan Panik!

Rifa Nadia Nurfuadah - Okezone
Selasa, 14 September 2010 - 12:17 wib

JAKARTA - Tidak perlu panik ketika mengalami stres, cemas, atau bingung ketika memulai perkuliahan di luar negeri. Hal ini lumrah terjadi oleh mereka yang menginjakkan kaki di tempat baru. Istilahnya adalah culture shock atau gegar budaya.

Tanpa sadar kita sebenarnya telah membawa budaya, isyarat, dan kebiasaan tersendiri yang biasa diterima di negeri kita. Ketika memasuki lingkungan baru, kita menyadari bahwa semua hal berbeda dan tidak langsung dapat kita terima. Inilah yang memicu culture shock.

"Misalnya, cara makan dan minum atau cara menggunakan fasilitas umum yang tampak sepele ternyata bisa mengakibatkan stres," tulis Reny Y dalam buku Kuliah Gratis di Luar Negeri.

Reny menjelaskan, gejala culture shock sebenarnya agak mirip dengan gejala depresi, misalnya merasa sedih, sendirian, atau terasigkan, temperamen mudah berubah, merasa mudah goyah dan tidak berdaya. Seseorang yang mengalami culture shock juga sering merasa marah, kesal, dan tidak mau berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

"Terkadang gejala ini disertai masalah kesehatan seperti demam, flu, dan diare," imbuh Reny.

Fase-Fase Culture Shock

Para ahli psikologi menyatakan, ada empat tahapan yang akan dialami seseorang saat menghadapi culture shock, yaitu:

1. Fase Bulan Madu
Pada fase ini, seseorang yang baru menginjakkan kakinya di negeri asing merasa semua hal berjalan mulus dan menyenangkan. Hal-hal baru akan membuatnya merasa gembira dan menikmati gaya hidupnya di negara batu.

2. Fase Penolakan
Pada fase ini, hal-hal kecil seperti transportasi dan urusan belanja bisa menjadi gangguan. Akibatnya, kita mulai sering mengeluhkan situasi di negara baru serta membanding-bandingkannya dengan negara kita.

3. Fase Kompromi
Fase ini ditandai dengan mulai munculnya pemahaman kita akan budaya, nilai-nilai moral, dan kebiasaan baru di lingkungan kita. Kita mulai bisa bertoleransi dengan perbedaan-perbedaan yang ada. Biasanya fase ini terjadi setelah dua atau tiga bulan kita tinggal di daerah baru.

4. Fase Asimilasi
Pada fase terakhir ini, kita sudah bisa menerima kebiasaan, adat, pola pikir, bahkan makanan di negara baru. Kita bisa menerima bahwa tidak ada budaya baik atau buruk, yang ada hanya perbedaan. Bahkan, ketika kita pulang ke Indonesia, kita justru akan merindukan berbagai hal yang kita temui saat berada di negeri orang.

Lantas, apa yang bisa kita lakukan jika kita mengalami culture shock? Sebelum memutuskan pergi berkuliah ke luar negeri, pelajari sebanyak mungkin negara tujuan kita lewat berbagai sumber. Beberapa hal lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi culture shock antara lain bersikap terbuka dan mempersiapkan diri terhadap hal-hal baru. Kemudian, jangan terlalu cepat memberi penilaian negatif dan mengeluhkan kebiasaan yang berlaku di negara tujuan, apalagi membandingkannya dengan negara asal.

"Ketika merindukan keluarga dan teman-teman di Indonesia, kita bisa berkomunikasi dengan mereka mellaui berbagai saluran seperti email, telepon, chatting, atau sms. Bahkan, sekarang kita juga bisa melakukan video chat lewat internet agar bisa bertatap muka dengan keluarga dan teman," pungkas Reny.
(rhs)

http://kampus.okezone.com/read/2010/09/09/368/371510/culture-shock-di-negeri-asing-jangan-panik